Bismillahirrohmaanirrohiim.
Saya
teringat dan tertarik tentang posting mengenai baying-bayang matahari yang
berhimpit dengan garis arah qiblat pada suatu lokasi di permukaan bumi yang
ternyata hal itu bisa terjadi lebih dari satu kali dalam sehari.seperti yang
dipost oleh Gus Ibnu
Zahid Abdo El-Moeid di
juga Mas AndiPangerang di
Bagaimanakah
sebenarnya yang terjadi ?
Selama ini
tingkat ketelitian perhitungan rumus waktu sholat, maupun rumus mencari
bayangan rosdul qiblat masih pada tingkat ketelitian harian, artinya nilai
deklinasi matahari yang digunakan dianggap sama sepanjang hari yang dihitung
tersebut, hal ini dipengaruhi beberapa factor, bisa kita sebutkan salah satu
factor tersebut adalah penyederhanaan proses perhitungan yang terkait teknologi
belum secanggih hari ini.sehingga untuk mencapai ketilitian yang lebih masih
riskan.
Dengan
semakin canggihnya alat hitung yang digunakan sekarang perhitungan waktu sholat harian sudah
banyak yang kemudian menggunakan nilai deklinasi yang lebih mendekati nilai
deklinasi saat masing-masing awal waktu sholat. Meskipun pada akhirnya hasilnya
memang tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan model menggunakan nilai
deklinasi yang tetap untuk sehari perhitungan, apalagi dengan dimasukkannya
unsur ikhtiyath maka hasilnya bisa dikatakan tetap sama anatara kedua model
tersebut.
Begitu juga
dalam perhitungan bayangan rosdul qiblat juga masih menggunakan anggapan bahwa
nilai deklinasi seharian adalah sama. Sehingga kalau digambarkan tentang proses
perhitungan bayangan rosdul qiblat tersebut secara prinsip adalah
1. Menghitung arah
qiblat suatu lokasi
2. Menggambar
garis qiblatnya
3. Menghitung
nilai deklinasi matahari pada hari itu
4. Menghitung jam
saat lingkaran edar matahari harian berpotongan dengan garis qiblat tersebut.
K = kutub
M = lokasi Ka’bah/Makkah
P = Lokasi yang dihitung
MPd = Garis qiblat
Besar sudut
arah qiblat maupun azimuth matahari adalah sudut di titik P
d (putih) = posisi matahari sebelum berhimpit
dengan garis qiblat
d (hitam) = posisi matahari ketika berhimpit
dengan garis qiblat
sudut PKd = sudut waktu terjadinya rosdul qiblat
garis Kd = adalah jarak matahari ke kutub
senilai komplemen dari deklinasinya
garis merah
putus-putus menunjukkan bahwa nilai deklinasi tetap baik sebelum maupun saat
berhimpit bahkan setelah lepas dari garis qiblat.
Gambar di
atas hanya untuk memudahkan dalam memahami prinsip perhitungan maupun perumusan
perhitungan bayangan rosdul qiblat. Mestinya adalah garis-garis lengkung yang
digambarkan pada permukaan bumi sehingga membentuk segitiga bola.
Dari
prinsip kerja tersebut maka terkesan bahwa terjadinya baangan rosdul qiblat
hanya bisa terjadi sekali dalam seharinya, atau dua kali namun yang satunya
terjadi ketika matahari di bawah ufuq, atau bahkan dua-duanya terjadi ketika di
bawah ufuq. Hal ini tentunya mengacu syarat terjadinya bayangan rosdul qiblat,
yaitu bayangan rosdul qiblat hanya terjadi bila
1. Nilai sudut
arah qiblat > dari nilai absolut deklinasi matahari
2. Nilai deklinasi
tidak sama dengan nilai lintang lokasi
Lebih lanjut
bisa mengikuti tautan berikut :
Pada
kenyataannya nilai deklinasi matahari selalu berubah setiap saatnya, detik
perdetik menit permenitnya. Ada kalanya membesar adakalanya mengecil relatif
dengan jarak ke ekuator.
Contoh
ilustrasi ketika nilai deklinasi membesar (menjauhi ekuator) :
Dalam
gambar diilustrasikan bahwa posisi matahari pada jam 6 pagi kemudian semakin
menjauhi ekuator pada jam-jam berikutnya.
Gambar
inipun hanya untuk memudahkan membayangkan bahwa posisi matahari setiap saatnya
selalu berubah dan tidak menerangkan sekala dan ukurannya.
Dengan
memahami kenyataan semacam itu maka sebenarnya bisa saja terjadi bayangan
rosdul qiblat lebih dari sekali dalam sehari (pagi-sore) bila garis edar
matahari harian bersinggungan dengan garis qiblat dua kali dalam waktu yang
berdekatan sebagaimana ilustrasi berikut ini :
M = adalah Ka’bah/Makkah
P = lokasi tertentu
K = Kutub
d1 = posisi matahari pada saat t1
d2 = posisi matahari pada saat t2
garis MPd2d1 adalah garis qiblat
garis oranye putus-putus adalah garis lintasan edar matahari harian
Kd1 = adalah komplemen deklinasi matahari saat t1
Kd2 = adalah komplemen deklinasi matahari saat t2
P’ =proyeksi titik P di ekuator
PP’ = nilai lintang titik P
d1’ =proyeksi titik d1 di ekuator
d1d1’ = nilai deklinasi titik d1
d2’ =proyeksi titik d2 di ekuator
d2d2’ = nilai deklinasi titik d2
sudut t1 di kutub = panjang busur P’d1’ di ekuator
sudut t2 di kutub = panjang busur P’d2 di ekuator
garis lintasan edar matahari harian memotong garis qiblat dua kali yaitu
pada t1 dengan deklinasi matahari sebesar d1d1’ dan pada t2 dengan nilai
deklinasi d2d2’.
Syarat bisa dikatakan terjadi dua kali terjadi baying rosdul qiblat
adalah
1.
Panjang busur Pd1 maupun busur Pd2 < 90 derajat
,artinya posisi d1 maupun d2 adalah di atas ufuk semua
2.
Jarak d1 ke d2 < 180 derajat artinya
keduanya terjadi pada siang hari yang sama.
Selama kedua syarat kondisi tersebut terpenuhi maka peristiwa terjadinya
dua kali bayangan rosdul qiblat tidak hanya bagi titik P saja namun berlaku
bagi titik titik di sepanjang garis qiblat tersebut. Yang berbeda adalah nilai
t1 dan t2 nya, keduanya ditentukan dari jarak proyeksi titik-titik tersebut di
ekuator ke d1 maupun d2.
Titik-titik di sepanjang garis qiblat tersebut bukan mempunyai sudut
arah qiblat yang sama namun dihubungkan oleh satu garis qiblat ang sama.
Di akhir tulisan ini, ada sebuah
pertanyaan penting yang menarik yaitu: Faktor penting apakah yang menjadi
kuncinya ?
Kunci dari semua itu adalah sudut yang terbentuk di titik M atau ka’bah.
Besar sudut yang terbentuk oleh meridian Ka’bah dan garis qiblat di
titik M itulah yang menentukan apakah garis qiblat ketika melewati daerah di
anatara garis balik utara dan garis balik selatan memungkinkan atau tidaknya
berpotongan dengan lintasan edar matahari harian sehingga daerah-daerah tertentu
di sepanjang garis qiblat tersebut bisa mengalami baying rosul qiblat dua kali
dalam sehari.jadi bukan sudut qiblat lokasi tertentu.
Demikian uraian singkat mengenai lokasi-lokasi yang memungkinkan
terjadinya bayangan rosdul qiblat dua kali dalam sehari.
Insya Alloh tulisan ini masih ada sambungannya mengenai perumusan
keadaan tersebut dan contoh-contoh kasusnya. Insya Alloh Wallohu a’lam.
Yogyakarta, Kamis 18 Desember 2014 00:55 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar