Keterangan gambar :
K = kutub Utara
J= posisi Matahari 21 Juni
K - J = (90 - deklinasi Matahari 21 Juni)
U - J = nilai Deklinasi Matahri 21 Juni
Y = posisi Yogyakarta
0 - Y = nilai Lintang Yogyakarta
K - Y = (90 - Lintang Yogyakarta)
D = posisi Matahari 22 Desember
S - D = nilai deklinasi Matahari 22 desember
K - D = (90 - deklinasi Matahari 22 Desember)
Y - J = (90 - tinggi Matahari 21 Juni)
Y - D = (90 - tinggi Matahari 22 desember)
gari/busur hijau = garis katulistiwa
B - T = potongan dari lingkaran arah Barat/Timur
sudut BYP = sudut Arah Qiblat Yogyakarta
sudut DYT= sama besar sengan sudut qiblat
sudut 0YP = azimut Matahari 21 Juni = 90 - sudut qiblat
sudut 0YD = azimut Matahari 22 desember = 90 + sudut qiblat
P = titik potong lingkaran tinggi Matahari yang membentuk sudut qiblat dengan garis katulistiwa
sudut UPJ = sama besar dengan sudut YP0
t1 = sudut waktu Matahari 21 Juni saat bertepatan arah qiblat, sama dengan panjang busut 0U = P0 + PU
t2 = sudut waktu Matahri 22 Desember saat bertepatan arah qiblat, sama dengan panjang busur 0S = PS - P0
Kapan Posisi Matahari Dalam Peredaran Hariannya membentuk Bayangan Yang Mengarah Ke Qiblat ?
Dulu ketika mempelajari ilmu falak, salah satu materi yang berkesan bagi saya adalah materi tentang Kapan Posisi Matahari Dalam Peredaran Hariannya membentuk Bayangan Yang Mengarah Ke Qiblat ?
Hal ini menarik karena dengan mengetahui kapan terjadi bayangan matahari yang mengarah ke kiblat, kita bisa mengukur arah qiblat dari suatu tempat dengan menegakkan tongkat lurus di atas permukaan tanah yang rata, kemudian pada saat jam dan menit yang sudah ditentukan sesuai harinya, maka saat itu dapat diketahui arah qiblat yang tepat dari tempat tersebut, tentu dengan syarat saat itu matahari bersinar cerah.
Sehingga dalam prakteknya alat yang perlu dipersiapkan hanyalah sebatang tongkat dan sebuah jam atau alat penunjuk waktu lainnya yang sudah disesuaikan dengan jam setandar, tentu saja sebelumnya sudah melakukan perhitungan terlebih dahulu.
Gambar di atas adalah untuk mempermudah melukiskan pokok permasalahn .dan pemecahannya. Misalnya kita akan mencari jam berapa matahari pada tanggal 21 juni 2011 dan 22 Desember 2011 membentuk bayangan arah qiblat ?
Data yang harus dipersiapkan adalah :
- Koordinat kota Yogyakarta
- lintang : -7 ° 48’ LS
- bujur : 110° 21’ BT
(data lintang suatu kota bisa kita dapatkan dari peta/atlas, atau dari daftar, internet ataupun alat GPS)
- Arah qiblat Yogyakarta : 24° 42’ 55,67” dari titik Barat ke Utara.
(mengenai arah qiblat ada cara perhitungannnya tersendiri, di sisni tidak dibahas).
- Data Matahari
- 21 Juni 2011.
· Deklinasi : 23° 26’ 11” (jan 12 : 00 : 00 WIB )
· Perata waktu = 1m 15d
- 22 Desemberi 2011.
· Deklinasi : - 23° 26’ 13” (jan 12 : 00 : 00 WIB )
· Perata waktu = 1m 15d
(data Matahari bisa didapatkan dari buku/program ephemeris atau bisa juga dari internet. dalam contoh ini data diambil dari Moon calculator versi 6 oleh Dr. Monzur Ahmed).
Perhitungan untuk tanggal 21 Juni 2011
Dari gambar jika mendapatkan:
J = posisi Matahari pada tanggal 21 Juni
UJ = besaran deklinasi matahari = 23° 26’ 11”
Y = adalah posisi Yogyakarta
0Y = besaran Lintangnya = -7 ° 48’
Sudut BYP (q) = sudut qiblat = 24° 42’ 55,67”
Jika titik K, J dan Y dihubungkan maka terbentuk sebuah segitiga bola KJY dengan unsur-unsur yang dapat diketahui antara lain :
KJ = 90 – deklinasi = 90 - SJ = 90 - 23° 26’ 11” = 66° 33’ 39”
KY = 90 – lintang = 90 – 0Y = 90 – (-7 ° 48’) = 97 ° 48’
Sudut JYK = azimut matahari (A1) = 90 – qiblat = 90 – BYP (q) = 90 - 24° 42’ 55,67” = 65° 17’ 04,33” karena dihitung berlawanan dengan arah jarum jam maka diberi tanda negatif (- 65° 17’ 04,33”).
Yang dicari adalah besar sutut YKJ (t1). Ini adalah sudut waktu yang terbentuk di kutub K.
t1 = ?
dari ketiga unsur segitiga bola KJY yang sudah diketahui di atas ternyata belum cukup untuk melakukan perhitungan berapa besar sudut t1 tersebut secara langsung, baik dengan aturan sinus maupun aturan cosinus. Namun bukan berarti tidak dapat diselesaikan. Maka inilah yang menarik !
maka kemudian perlu diperhatikan bahwa besar sudut t1 adalah sama besar dengan panjang busur 0U yang dihitung di sepanjang katulistiwa/ekuator.
Untuk menghitung berapa panjang 0U secara langsung dari segitiga KU0 juga tidak mungkin.
Untuk menyelesaikan permasalah di atas maka perlu pengandaian sebagai berikut, lingkaran tinggi matahari (garis kuning) yang sedang membentuk bayangan kiblat berpotongan dengan busur waktu yang berhimpit dengan ekuator di sebuah titik misalnya titik P. maka kita mendapatkan sebuah segitiga bola siku-siku 0PY dengan sudut siku-siku di titik 0. dengan unsur-unsur yang diketahui besarnya panjang 0Y = -7 ° 48’, sudut A1= (- 65° 17’ 04,33”), sebagaimana di atas selain sudut siku-sikunya.
Selain segitiga 0PY kita kemudian juga mendapatkan segitiga siku-siku laiannya yaitu segitiga JUP dengan siku-siku di titik U. dengan unsur yang dikethaui yaitu sisi UJ = deklinanasi matahari = 23° 26’ 11”
Dalam segitiga bola siku-siku berlaku aturan sebagi berikut :
a) yang diperhitungkan adalah lima unsur saja yaitu dua sisi yang membentuk sudut siku-suku, sisi miring dan dua sudut yang mengapit sisi miring tersebut. Sementara sudut siku-sikunya tidak diperhitungkan.
Maka dalam contoh segitiga 0PY di atas maka kelima unsur tersebut adalah sisi 0Y, sisi P0, sisi miring PY, sudut A1 dan sudut YP0,
Sementara dalam segitiga JUP unsur-unsurnya sisi JU, sisi UP sisi miring JP , sudut UJP dan sudut JPU yang besarnya sama dengan sudut YP0
b) selain dua sisi pembentuk siku-siku maka nilai yang dihitung adalah hasil pengurangan dari 90 maka :
kelima unsur dari segitiga 0PY adalah menjadi sisi 0Y, sisi P0, (90- sisi PY), (90- sudut A1) dan (90- sudut YP0).
Sementara dari segitiga JUP unsur-unsurnya sisi JU, sisi UP, (90 - sisi miring JP ), (90 - sudut UJP ) dan (90 - sudut JPU) yang besarnya sama dengan (90 - sudut YP0)
c) bila dua dari lima unsur segitiga bola tersebut diketahui maka ketiga unsur yang lain juga dapat diketahui dengan dua aturan sebagi berikut.:
1. sinus suatu unsur adalah hasil kali tangen dua unsur yang mengapitnya.
2. Sinus suatu unsur adalah hasil kali cosinus dua unsur yang berhadapan.
Dari aturan segitiga bola siku-siku di atas maka kita dapat menghitung berapa panjang P0, kemudian mencari berapa panjang PU kemudian menjumlahkan keduanya sehingga menjadi panjang 0U yang nilainya sama dengan t1 yang dicari.
Menghitung Panjang busur P0
Dalam segitiga 0PY unsur yang diketahui
A1= (- 65° 17’ 04,33”)
0Y = (-7 ° 48’)
P0 = ?
Kita gunakan aturan : sinus suatu unsur adalah hasil kali tangen dua unsur yang mengapitnya. Maka :
Sin 0Y = tan (90- A1 ) x tan P0
tan P0 = sin 0Y/ tan (90 -A1)
tan P0 = sin (-7 ° 48’) / tan (90 - 65° 17’ 04,33”)
tan P0 = sin (-7 ° 48’) / tan 24° 42’ 55,67”
tan P0 = -0,1357155724343044 / 0,4602756439799894
tan P0 = - 0,2948571670244725
P0 = - 16,42853037860237
P0 = ( - 16° 25’ 42,71”)
Menghitung Panjang busur PU
Dalam segitiga JUP unsur yang diketahui adalah UJ = deklinasi Matahari = 23° 26’ 11” . untuk bisa menghitung panjang PU maka kita perlu satu unsur lagi yaitu sudut UPJ. Sudut UPJ adalah sama besar dengan sudut 0PY,
Untuk mengetahui berapa besar sudut 0PY kita juga bisa menggunakan aturan sinus suatu unsur adalah hasil kali tangen dua unsur yang mengapitnya. Maka :
Sin P0 = tan 0Y x tan (90 – sudut 0PY), maka
Tan (90 – sudut 0PY) = sin P0 / tan 0Y
Sehingga
Tan (90 – sudut UPJ) = sin P0/ tan 0Y
Sampai di sini kta bisa menghitung panjang busur PU
Sin PU = tan UJ x tan (90 – sudut UPJ)
Sin PU = tan UJ x sin P0/ tan 0Y
Sin PU = tan 23° 26’ 11” x sin (-16° 25’ 42,71”) / tan (-7 ° 48’)
Sin PU = 0,4334928872343408 x (-0,2828191142577135) / ( -0,1369829606388288)
Sin PU = 0,8950023698778437
PU= 63,5087342045524910
PU = 63° 30’ 31,44”
Sampai di sini kita sudah mendapatkan panjang busur P0 sebesar ( - 16° 25’ 42,71”) dan panjang busur PU = 63° 30’ 31,44”
Mengapa ada perbedaan tanda antara P0 dan PU?
P0 bernilai negatif karena dihitung dari titik P ke kanan (Timur) berlawanan dengan arah peredaran Matahari harian yang dari Timur ke Barat.
Sedang PU dihitung dari titik P ke kiri (Barat) searah dengan peredaran Matahari harian tsb.
Maka untuk mendapatkan panjang busur 0U adalah dengan mengurangkan P0 dari PU,
0U = PU – P0
0U = 63° 30’ 31,44” - ( - 16° 25’ 42,71”)
OU = 63° 30’ 31,44” + 16° 25’ 42,71”
0U = 79° 56’ 14,15”
Inilah sudut waktu t1 =79° 56’ 14,15”
Untuk menjadikan jam maka sudut waktu dibagi 15 :
79° 56’ 14,15” / 15 = 5 : 19 :44,94
Dibulatkan detiknya menjadi jam 5 :19 :45 sore
Hasil yang di dapat masih dalam bentuk jam istiwak setempat sesuai bujur Yogyakarta 110° 21’ BT.
Untuk mengubah menjadi jam WIB maka dikurangi selisih bujur Yogyakarta dengan bujur WIB (105°) karena Bujur Yogyakarta lebih besar , dan ditambah perata waktu.
Selisih bujur = 110° 21’ - 105° = 5° 21’ dijadikan jam dengan dibagi 15
5° 21’ /15 = 0j 21m 24d
Perata waktu hari itu = 1m 15d
Sehingga
WIB = 5 : 19 : 45 - 0 : 21 : 24 + 0 : 1 : 15
WIB = 4 : 59 :36 sore atau 16 : 59 :36
Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa pa tanggal 21 Juni 2011 Matahari berada di arah qiblat Yogyakarta pada jam 16 : 59 : 36 WIB.
Namun bila menghendaki hasil yang lebih presisi dalam detiknya maka perhitungan busur PU diulang lagi dengan nilai deklinasi Matahari pada jam yang didapatkan, yaitu jam 16 : 59 : 36 WIB, karena perhitunga yang terdahulu adalah menggunakan nilai deklinasi jam 12 : 00 : 00 sebagai ancar-ancar.
Perhitungan untuk tanggal 22 Desember 2011
Untuk kasus posisi Matahari 22 Desember yang kita cari adalah besar sudut t2 yang nilainya sama besar dengan panjang busur 0S.
Di sini kita juga mendaptkan dua buah segitiga bola siku-siku yaitu segitiga 0PY yang sudah kita hitung di atas dan segitiga SPD yang siku-siku di titik S
Busur 0S adalah bagian dari busur PS dimana
PS = P0 + 0S, sehingga
0S = PS – P0
Panjang P0 sudah diketahui dari perhitungan di atas yaitu ( - 16° 25’ 42,71”)
Maka untuk mengetahui 0S kita perlu menghitung berada panjang busur PS,
Perhitungan busur PS
Yang diketahui
SD = deklinasi Matahari =(- 23° 26’ 13” )
Sudut SPD = 0PY
Tan (90 – sudut 0PY) = sin P0 / tan 0Y
Tan (90 – sudut SPD) = sin P0/ tan 0Y
Sin PS = tan SD x tan (90 – sudut SPD)
Sin PS = tan SD x sin P0 / tan 0Y
Sin PS = tan (- 23° 26’ 11”) x sin (-16° 25’ 42,71”) / tan (-7 ° 48’)
Sin PS = -0,4335044056421398 x (-0,2828191142577135) / ( -0,1369829606388288)
Sin PS = -0,8950261511268120
PS = (- 63,5117890264540068)
PS = (- 63° 30’ 42,44” )
0S = PS – P0
0S = (- 63° 30’ 42,44” ) – ( - 16° 25’ 42,71”)
0S = (- 63° 30’ 42,44” + 16° 25’ 42,71”)
0S = (-47° 04’ 59,73”)
Tanda negatif menunjukkan bahwa waktu dihitung ke arah kanan (Timur) atau dihitung mundur dari jam 12.
(-47° 04’ 59,73”) dijadikan jam dengan dibagi 15
(-47° 04’ 59,73”) / 15 = -3j 08m 20d
12 - 3j 08m 20d = 8 : 51 : 40 istiwak
Dijadikan WIB = 8 : 51 : 40 - 0 : 21 : 24 + 0 : 1 : 15
= 08 : 31 : 31 WIB
Sampai di sini bisa disimpulkan bahwa pa tanggal 22 Desember 2011 Matahari berada di arah qiblat Yogyakarta pada jam 08 : 31 : 31 WIB.
Namun bila menghendaki hasil yang lebih presisi dalam detiknya maka perhitungan busur PS diulang lagi dengan nilai deklinasi Matahari pada jam yang didapatkan, yaitu jam 08 : 31 : 31 WIB, karena perhitunga yang terdahulu adalah menggunakan nilai deklinasi jam 12 : 00 : 00 sebagai ancar-ancar.
Terakhir yang perlu diketahui bahwa bayangan qiblat tidak akan terjadi jika harga mutlak deklinasi hari itu lebih besar dari sudut qiblat. Karena jika harga mutlak deklinasi lebih besar dari sudut qiblat maka saat possisi matahari mengarah qiblat, matahari sudah tenggelam atau belum terbit,
Untuk kasus Yogyakarta yang arah Qiblatnya 24° 42’ 55,67” masih lebih besar dari harga mutlah deklinasi maksimal 26° 27’ sehingga bisa dihitung sepanjang tahun, kecuali saat harga deklinasi sama atau hampir sama dengan nilai lintang Yogyakarta -7° 48’ . saat deklinasi besarnya sama dengan nilai lintang maka saat matahari mengarah ke qiblat adalah saat matahari berkulminasi di tiitik puncak jam 12, sehingga tidak ada bayang-bayang.