Selasa, 31 Januari 2017

WACANA BUMI DATAR DAN ARAH QIBLAT

selain gerhana yang akan tetap menjadi blunder dan tidak akan terpecahkan bagi konsep FE adalah masalah qiblat.
semua sepakat qiblat adalah ka'bah, Alloh telah menyediakan sebuah sarana alamiah untuk mengetahui arah qiblat tersebut yaitu denga adanya peristiwa istiwaul a'dhom. di mana ada saat matahari berada di atas ka'bah dan terjadi 2 kali dalam setahun.
kemudian nalar bumi datar mempertanyakan jika bumi bulat bukankah bisa semua arah menghadap qiblat, karena misal ke timur jika diteruskan maka akan sampai barat dan seterusnya.
hal tersebut terjawab, bahwa konsep arah qiblat adalah sudut yang terbentuk oleh lingkaran bujur lokasi tersebut dan lingkaran yang menghubungkan lokasi tersebut dengan ka'bah dalam jarak terpendek. sehingga permaslahan selesai.
sudut tersebut bisa dihitung dengan kaidah trigonometri bola, yang hasilnya konsisten dengan pengukuran denga peristiwa istiwaul a'dhom tadi. bahkan dengan mengetahui orbit bumi (orbit matahari jika dilihat dari bumi) bisa dihitung juga kapan azimuth (arah) matahari yang berhimpit dengan azimuth (arah) qiblat secara harian dengan syarat dan kaidah perhitungan tertentu yang hasilnya tetap konsisten.
Sehingga juga tidak perlu muncul pertanyaan naif dan mengada-ada semisal bagaimana bisa lurus ke ka'bah jika buminya melengkung. toh faktanya memang permukaan bumi tidak rata, sehngga orang yang sholat di kawasan lembah juga tidak perlu mendongak, orang yang sholat di gedung yang tinggi, di pegunungan atau di pesawat terbang juga tidak perlu tengkurap.
sementara jika bumi datar, maka hasil perhitungan arah qiblat suatu lokasi bisa melenceng jauh dengan sebenarnya.
belum lagi dengan konsep peredaran matahari berputar di atas bumi datar, menjadi mustahil menemukan konsep waktu lain yang azimuth matahari berhimpit dengan arah qiblat suatu lokasi.
sementara bahwa peristiwa istiwaul a'dhom tersebut hanya terjadi dua kali dalam setahun, jika tidak ada cara lain maka konsep semacam ini menjadi konsep beku dan tidak bisa berkembang dan tidak bisa menjawab kebutuhan penganutnya
belum lagi bahwa matahari secara nyata hanya mampu menyinari separuh permukaan bumi. artinya pengukuran arah qiblat dengan matahari tersebut hanya berlaku dan bisa dpraktekkan separuh wilayah permukaan bumi. maka hanya separuh bumi yang bisa menentukan arah qiblatnya jika dengan konsep bumi datar. lagi-lagi konsep tersebut tidak mampu menjawab kebutuhan penganutnya.
bagaimana jika bumi bulat ?
karena bumi bulat maka lingkaran jalur qiblat yang menghubungkan suatu lokasi dengan kakbah sekaligus melewati suatu titik yang disebut ANTIPODA ka'bah yatu titik dengan nilai lintangnya berlawanan dengan lintang ka'bah dan nilai bujurnya berselisih 180 derajat dari ka'bah.
ketika matahari berada di atas ka'bah maka arah (azimuth) matahari adalah arah qiblat bagi siapa saja yang bisa melihat matahari saat itu, sementara semua bayangan dari benda yang berdiri tegak menagarah ke titik Antipoda. jika dibalik maka saat matahari berada tepat di atas titik antipoda maka setiap bayangan benda yang berdiri tegak akan menuju ka'bah.
ketika matahari di atas ka'bah hanya separuh bumi yang bisa menyaksikan, begitu juga ketika matahari berada di atas titik antipoda adalah separuh bumi yang lain yang bisa menyaksikan.
sebagaimana peristiwa istiwaul a'dhom terjadi dua kali dalam setahun, begitu juga periwa matahari tepat di atas antipoda juga dua kali dalam setahun.
secara konsep hanya di titik inilah yang semua arah adalah arah qiblat karena semua arah jaraknya sama ke ka'bah. sebuah hikmah dari Yang Maha Mengatur sendiri bahwa titik antipoda berada di laut lepas dan bukan kawasan berpenduduk
dengan demikian dalam konsep bumi bola seluruh permukaan bumi bisa menentukan arah qiblatnya dengan petunjuk matahari.
dan konsep tersebut tidak mungkin terjadi dalam konsep bumi datar.
kesimpulannya konsep bumi bola lebih aplikatif menjawab keebutuhan penganutnya sementara konsep bumi datar tidak bisa.
keputusan tetap masing-masing pribadi. ya monggo saja.