Sebagai pembicara pertama, saya memaparkan presentasi “Menuju Kesepakatan Kriteria Awal Bulan Hijriyah”. Lalu disusul pembicara dari wakil-wakil ormas Islam dan diskusi. Karena masalah utama adalah masih digunakannya kriteria hisab wujudul hilal, maka pemaparan saya juga memfokuskan pada perbandingan hisab wujudul hilal dan hisab imkan rukyat serta rinciannya sampai implementasinya pada membuatan kelender hijriyah global. Perlu diingat, hisab imkan rukyat bukan hanya kriteria ketinggian 2 derajat, tetapi banyak definisi lainnya. Tetapi, kita bisa memilih kriteria yang disepakati, dengan berbagai pertimbangan (bukan sekadar pertimbangan astronomis, tetapi juga aspek kemudahan aplikasinya oleh semua ormas Islam). Inilah perbandingan hisab wujudul hilal dan hisab imkan rukyat:
Wujudul Hilal | Imkan Rukyat | |
Definisi | Piringan atas bulan masih ada di atas ufuk saat maghrib, setelah terjadi ijtimak | Bulan berada pada ketinggian tertentu dan syarat-syarat lainnya yang memungkinkan hilal dapat dirukyat |
Dalil | QS 36:40, tanpa hadits yang eksplisit | QS. 2:185, 9:36, 10:5, 36:39, 2:189Dan banyak hadits |
Model Fisis | Sederhana, mengabaikan faktor cahaya senja | Lebih maju dengan memperhitungkan cahaya senja |
Sifat | Statis, cepat usang (obsolete) | Dinamis, berkembang sesuai temuan baru |
Akseptibilitas | Kurang diterima, karena mengabaikan rukyat | Mudah diterima karena merupakan titik temu hisab dan rukyat |
Dampak | Selalu terjadi perbedaan saat posisi bulan rendah | Tidak terjadi perbedaan, karena hisab dan rukyat diselaraskan |
Trend Internasional | Mulai ditinggalkan, kecuali Ummul Quro | Banyak digunakan dalam konsep kalender global (e.g. IICP, UHC) |
Potensi untuk kalender global | Lemah, karena sudah usang | Kuat, aplikastif untuk 2 zona, regional, wilayatul hukmi |
Berikut ini isi kesepakatan itu:
Pertama :
1. Memantapkan implementasi keputusan USSU Tahun 1998 dengan perubahan sebagai berikut:
a. Kriteria yang digunakan dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia adalah posisi hilal yang menurut hisab hakiki bit-tahqiq memenuhi kriteria imkan rukyat.
b. Kriteria imkan rukyat yang dimaksud pada huruf a di atas adalah kriteria “Dua-Tiga/Delapan”, yaitu: pertama, tinggi hilal minimal 2 derajat dan, kedua, jarak sudut matahari dan bulan minimal 3 derajat atau umur bulan minimal 8 jam.
c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal.
d. Istilah-istilah teknis hisab-rukyat dan definisi operasionalnya terkait penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia adalah sebagaimana terlampir.
2. Penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah dilakukan dalam sidang Isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama RI.
3. Untuk mewujudkan kesatuan Kalender Hijriyah Indonesia perlu dilakukan langkah-langkah konkrit sebagai berikut:
a. Membentuk Tim Kerja Penyatuan Kalender Hijriyah Indonesia.
b. Mengkaji berbagai literatur yang berkembang dengan melibatkan para ahli yang terkait.
c. Melakukan kajian obsevasi hilal secara kontinyu.
d. Melakukan penyusunan naskah akademik dengan pendekatan interdisipliner.
e. Menyelenggarakan Muktamar Kalender Hijriyah Indonesia.
Kedua :
Mengusulkan kepada Menteri Agama untuk membicarakan secara intensif keputusan lokakarya ini dengan pimpinan ormas tingkat pusat dan MUI Pusat.
Ketiga :
Mengamanatkan kepada para peserta untuk menjadikan hasil-hasil Keputusan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia Tahun 2011 sebagai pedoman bersama dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia.
sumber :http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/26/lokakarya-kriteria-awal-bulan-perwakilan-ormas-islam-bersepakat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar